Sabtu, 16 Januari 2010

kajian TENTANG FEE (UANG JASA) DALAM AKAD KAFALAH

PENDAHULUAN
Islam sangat memperhatikan bidang perekonomian karena harta dengan berbagai kelebihannya merupakan tiang penyangga kehidupan di bumi dan perangkat penguasaan atasnya untuk selalu mendorong manusia dalam menjalankan ibadah. Syari’ah Islam mengandung konsep-konsep universal yang mengatur segala bentuk kegiatan ekonomi sebagaimana kegiatan-kegiatan manusia lainnya. Oleh karena itu system ekonomi Islam merupakan akumulasi dari konsep-konsep universal dan realisasi yang penuh keberanian.
System ekonomi Islam merupakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam kerangka dasar ajaran Islam dan moralitas yang baik. Keduanya saling bersimbiosis mutualis yang kemudian melahirkan keseimbangan antara individu dan masyarakat. Hasilnya adalah pemenuhan kebutuhan materiil dan spiritual manusia dengan memanfaatkannya dengan baik.
Sistem ekonomi Islam sekarang sudah banyak terealisasikan dalam lembaga-lembaga perbankan yang di Indonesia biasa dikenal dengan sebutan perbankan syariah. Dalam perbankan syariah, terdapat produk-produk yang sudah banyak ditawarkan dan direalisasikan seperti pembiayaan mudharabah, musyarakah, bai’ salam, murabahah, ishtishna, kafalah, hawalah, dan sebagainya.
Dalam makalah ini, kami akan mencoba membahas sedikit tentang akad kafalah. Tentang pengertian, syarat, rukun, aplikasi dalam LKS, dan kajian tentang fee (uang jasa) dalam akad kafalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



PEMBAHASAN
Kafalah secara bahasa memiliki arti al-dhaman, hamalah, dan za’amah yang ketiganya berarti jaminan, beban, dan tanggungan. Sayyid Sabiq, seorang ulama Mesir dalam kitabnya Fiqh Sunnah memaknai kafalah sebagai menggabungkan. Dan Syaikh Wahbah Zuhailiy dalam kitabnya Fiqh Islam Wa Adilatuhu memaparkan berdasarkan pandangan-pandangan imam madzhab seperti Imam Syafii, Maliki, Hanafi, dan Hambali.Dan juga beliau memberikan landasan kuat tentang dari mana dalil disyariatkan kafalah itu sendiri.
Wahbah Zuhaili membagi landasan kafalah menjadi tiga . berdasarkan Al Qur’an, Sunnah, dan Ijma para ulama. berdasarkan Al Qur’an Allah Ta’ala berfirman:
Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya." (Surah Yusuf : 72 )
Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud dengan za’im dalam ayat ini adalah kafiil penjamin . Sedangkan landasan dari Sunnah adalah Rasulullah ShalallahuAlaihi Wassalam pernah bersabda:
“Pinjaman hendaklah dikembalikan dan yang menjamin hendaklah membayar “(Riwayat Abu Daud ).
Dalam riwayat lain diceritakan bahwasanya Nabi Shalallahu alaihi Wassalam pernah menjamin sepuluh dinar dari seorang laki-laki yang oleh penagih ditetapkan untuk menagih sampai sebulan, maka hutang sejumlah itu dibayarkan kepada penagih. Dan juga dalam riwayat lain bahwasanya Nabi Shalallahu alaihi wa salam menolak mensholati mayat yang mayatnya itu masih mempunyai hutang, kemudian salah seorang sahabat meminta Nabi SAW mensholati mayat tersebut dengan hutang mayat tadi menjadi tanggungannnya maka kemudian Nabi SAW pun menyolatinya.
Kafalah juga dilandaskan pada kesepakatan para ulama untuk membolehkannya sebagai Al-Dhaman atau tanggungan dalam sebuah jumlah untuk suatu keinginan manusia padanya dan untuk mencegah bahaya yang lebih besar bagi pihak yang berhutang. Dan apabila kafalah ini diberikan untuk menanggung seseorang yang mempunyai hajat yang penting maka ia akan jadi sebuah ketaatan dan baginya disediakan pahala yang besar (Zuhaili : 1989).
Dasar Hukum:
1. Al-Qur’an:
Artinya:
“Penyeru penyeru itu berseru: Kami kehilangan piala raja, barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan seberat beban unta dan aku menjamin terhadapnya” (QS. Yusuf: 72)
2. Hadits:
Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW (mayat seorang lelaki untuk dishalatkan),. Rasulullah SAW bertanya: “apakah dia mempunyai warisan?”, para sahabat menjawab: “tidak”. Rasulullah bertanya lagi: “apakah dia mempunyai hutang?”, para sahabat menjawab: “ya, sejumlah tiga dinar”. Rasulullah pun memerintahkan kepada para sahabat untuk menshalatkannya sementara beliau sendiri tidak. Lalu Abu Qatadah pun berkata: “saya menjamin hutangnya ya Rasulullah”, maka Rasulullah pun ikut menshalatkan mayat tersebut”. (HR. Bukhari. No. 2127, kitab hiwalah)

Rukun dan Syarat Kafalah:
1. Pihak Penjamin (Kafiil)
a. Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
b. Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
2. Pihak Orang yang berhutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)
a. Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin.
b. Dikenal oleh penjamin.
3. Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)
a. Diketahui identitasnya.
b. Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
c. Berakal sehat.
4. Obyek Penjaminan (Makful Bihi)
a. Merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan.
b. Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
c. Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
d. Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
e. Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Jenis Kafalah:
1. Kafalah bin Nafs
Merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personel guarantee)
2. Kafalah bil Maal
Merupakan jaminan pembayaran atas barang atau pelunasan hutang
3. Kafalah bit Taslim
Jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang yang disewa
4. Kafalah Al-Munjazah
Jaminan mutlak yang tidak terbatas oleh jangka dan untuk kepentingan atau tujuan tertentu
5. Kafalah Al-Mu’allaqah
Bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al munjazah, baik oleh industri perbankan maupun asuransi

Sifat Kafalah:
Kafalah merupakan akad yang mengikat (lazim) terhadap salah satu pihak, yaitu kafiil (pihak penjamin). Tetapi bila kafalah dilakukan dengan imbalan (kafalah bil ujrah kafalah dengan memberikan fee), maka bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Praktik Akad Kafalah dalam Perbankan Islam:
Ketika akad kafalah dipraktikan oleh bank syariah maka dengan memberikan tanggungan kepada pihak yang sangat memerlukannya dalam urusan bisnis dan usaha agar bisnis dan usaha yang ditargetkan selesai dalam jangka waktu tertentu bisa selesai tepat waktu dan efisien. Dalam buku Konsep, Produk, Dan Implementasi Operasional Bank Syariah yang disusun oleh Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia menyimpulkn beberapa manfaat ketika kafalah dipraktikan dalam bank syariah yang menjamin usaha bisnis atau proyek yang tengah berlangsung dikerjakan oleh nasabah bisa lancar dan selesai tepat waktu.
Dengan adanya kafalah pihak yang dijamin atau disebut juga dengan madhmun anhu dapat menyelesaikan proyek atau usaha bisnisnya dengan ditanggung pengerjaannya dan bisa selesai dengan tepat waktu atau efisien dengan jaminan pihak ketiga yang menjamin pengerjaannya. Sedangkan dengan adanya kafalah pihak yang terjamin atau dalam istilah fiqh mua’amalah disebut sebagai Madhmun lahu menerima jaminan oleh penjamin (dalam hal ini bank) bahwa proyek yang diselesaikan oleh nasabah tadi dapat selesai dengan tepat waktunya dan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Karena kafalah merupakan pengambil alihan resiko oleh bank apabila nasabah tadi di luar kesengajaan dan kelalaian. Dan keuntungan pun akan diterima oleh pihak bank sebagai pemberi jaminan dengan bentuk fee.
Adapun praktik bank dalam membumikan prinsip kafalah yang sesuai dengan syariah islam bisa dilangsungkan dalam praktik bank garansi dan Letter Of Credit. Praktik bank garansi bisa diberlangsungkan dengan cara bank sebagai kafiil menerbitkan surat tanggungan kepada pemilik proyek atau usaha dengan permintaan dari nasabah. Sehubungan dengan kontrak atau transaksi yang telah disepakati sebelumnya antara bank, nasabah dan pemilik proyek. Namun apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti resiko di luar kesengajaan ataupun kelalaian berdasarkan surat jaminan yang dikeluarkan oleh bank penjamin proyek maka pihak ketiga / pemilik proyek dapat mengajukan klaim kepada penerbit bank garansi tadi.
Dalam buku Konsep, Produk, Dan Implementasi Operasional Bank Syariah surat garansi yang dikeluarkan oleh bank garansi dapat di bagi menjadi enam bentuk surat penjaminan garansi yang dikeluarkan oleh bank penjamin kepada yang dijamin agar proyek usaha atau bisnisnya bisa selesai berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati dengan pemilik proyek:

• Bid Bond
Secara umum bid bond pengertiannya sama dengan penjabaran arti dan makna dari bank garansi di atas. Yakin bank sebagai pihak penjamin mengeluarkan jaminan atas permintaan nasabah untuk kepentingan pemilik proyek agar pengerjaan proyek tadi dapat selesai dengan seksama dan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan di awal.
• Performance Bond
Hampir sama dengan bid bond Jaminan yang diberikan oleh bank penjamin atas permintaan nasabah untuk kepentingan pihak pemilik proyek. hanya saja dalam Permormance Bond justru sengaja ditekankan kepada pihak yang mengelola proyek terikat dengan kontrak dan hal ini juga menyebabkan pihak yang mengelola proyek tadi bisa dengan aman dan nyaman serta sungguh-sungguh dalam pengerjaan proyek yang tentunya pihak pengelola sangat ditekankan tanggung jawabnya kepada kepada pemilik proyek
• Advance Payment Bond
Hampir sama dengan dua penjelasan di atas hanya saja yang menjadi perbedaannya antara bank penjamin, pihak yang dijamin, dan pihak yang terjamin adalah pembayaran di awal muka atau pembayaran terjamin oleh pemilik proyek kepada kontraktor.
• Rentention Bond
Jaminan yang diterbitkan oleh bank atas permintaan nasabah sebagai madhmun lahu untuk kepentingan pemilik proyek yang menjadi mitra kerja nasabah. Ia berkaitan dengan pemeliharaan hasil pekerjaan /proyek sampai batas waktu yang telah diperjanjikan kontrak kerja.

• Custom Bond
Berkaitan erat dengan penangguhan bea masuk atas barang-barang impor yang dimintakan penangguhan pembayarannya apabila memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan penangguhan pembayarannnya.

Garansi yang berupa surat penjaminan oleh bank atas permintaan nasabah bank sebagai yang dijamin atas persetujuan pihak ketiga (dalam hal ini adalah pemilik proyek) akan berakhir bila masa berlaku yang telah disepakati sebelumnya oleh tiga pihak tersebut telah berakhir atau expired. Jika tidak masa berlaku garansi jaminan yang diberikan bank akan berakhir ketika masa pengerjaan atau pengelolaan proyek yang telah direncanakan antara pengelola proyek dengan pemilik proyek telah selesai dalam waktunya atau finished dan menurut buku Konsep ,Produk dan Implementasi Operasional bank Syariah ada dua hal lagi selain dua tadi yang menjadi alasan telah habisnya masa berlaku garansi yang diterbitkan oleh bank yaitu Pihak ketiga telah mengembalikan bank garansi, dan pihak ketiga melepaskan bank garansi.
Bank Garansi dapat diperpanjang jika menurut pertimbangan pemilik proyek untuk menjamin keselamatan dan terpeliharanya keberlangsungan pengerjaan proyek. Atau Nasabah pun dapat memperpanjang bank garansi jika merasa perlu untuk memastikan bahwa pengerjaan proyek tersebut dapat mencapai kesepakatan yang telah dicanangkan sebelumnya.

KAJIAN TENTANG FEE (UANG JASA) DALAM AKAD KAFALAH
Lebih mudahnya memahami ilustrasi yang diberikan tentang kafalah bil ujrah adalah begini: Terkadang dalam hubungan Internasional yang tidak akan mungkin dihindari adalah hubungan bilateral ataupun multibilateral dalam hal perniagaan dan transaksi perdagangan internasional yang antara kedua negara atau lebih sama-sama memiliki kompetensi dalam hal memproduksi barang tertentu dan sama-sama saling membuthkan barang yang diperlukan untuk kepentingan dalam negeri anatar kedua negara atau lebih. Oleh kerana itu kita mengenal istilah ekspor-impor dalam hal hubungan internasional bilateral ataupun multibilateral. Secara umum selalu ada kekhawatiran dari pihak importir ketika melakukan transaksi pemasokan barang dari luar negeri dengan mengirimkan uangnya terlebih dahulu sebelum negara pengekspor mengirimkan barangnya ke negara yang memasok barang atau importir demikian pula negara pengekspor tatkala melakukan pengiriman barang ke negara pemasok barang juga mengalami kekhawatiran ketika barang yang dikirim bahwa importir tidak akan membayar barang-barang telah dikirim kepada mereka oleh eksportir
Untuk itulah adanya Kafalah Bil Ujrah atau yang juga dikenal dengan nama The Letter Of Credit ada untuk menjamin keberlangsungan dan kenyamanan berniaga atau transaksi antara kedua pihak baik itu eksportir maupun importir . Kafalah Bil Ujrah ataupun Letter of Credit merupakan dokumen bank yang pada dasarbnya merupakan bentuk dari janji atau komitmen bank kepada pihak ekportir melalui bank melalui pembayaran .,pembelian atau akseptasi dokumen-dokumen yang mereka kirim dengan sayarat seluruh kalusul yang telah disyaratakan di awal telah disepakati dan dilaksanakan. .
Walaupun umumnya Letter Of Credit dilaksanakan dengan menggunakan akad hawalah (pengalihan hutang ) dan akad wakalah ( mewakilkan ) akan tetapi Dewan Syariah Nasional dalam salah satu fatwanya yang dikeluarkan pada tahun 2007 tentang kafalah bil ujrah di Jakarta menetapkan bahwa Letter of credit boleh hukumnya menggunakan akad kafalah (penjaminan) dengan memberikan ujrah ( fee ) kepada lembaga keuangan syariah yang melaksanakan akada kafalah bil ujrah tersebut. Dan apabila terjadi hal-hal yang diperselisihkan di antara pihak ekportir dan importir maka dapat diselesaikan di badan arbitrase departemen agama .

Manfaat Letter Of Credit menggunakan akad kafalah bil ujrah
Dengan adanya letter of credit menggunakan akad kafalah bil ujrah , ada rasa aman bagi pihak-pihak yang melakukan transkasti ekspor impor dalam hubungan internasional .ia juga dapat memperlancar dan mempermudah transaksi penagihan dokumen maupun pembayaran kerana semua transaksi pembayaran, pembelian, atau akseptasi dokumen dapat melalui bank. Selain itu baik antara ekportir maupun importer dapat focus pada bisnis mereka dan proses pengadaan barang-barang impor mereka.
Memulai Akad Kafalah Bil Ujrah dalam Letter of Credit:
Ketika importer hendak memastikan bahwa ia dapat menggunakan akad kafalah bil ujrah tentunya ia harus memulai menandatangi suatu perjanjian yang berisis hak-hak dan kewajiban importer dalam keterkaitannya dengan fasilitas pembukaan jaminan letter of credit oleh bank yang menjamin terlaksananya pembelian, pembayaran tagihan, akseptasi dokumen-dokumen transaksi mereka lewat komitmen yang diberikan oleh bank. Apabila dokumen yang disyaratkan telah diterima dan dilengkapi dengan selambat-lambatnya tujuh hari setelah 7 hari kerja maka Bank yang tadinya telah berkomitmen dengan pembayaran atas tagihan importer harus melakukan pembayaran. Selain bisa di mulai akad letter of credit dengan kafalah, ia juga bisa dimulai dengan akad hawalah (pengalihan pembayaran / penagihan) dan juga akad wakalah (mewakilkan bank membayar tagihan importir) namun yang ingin ditekankan dengan adanya kafalah bil ujrah ini bukan pihak bank sebagai wakil atau representasi importik melainkan gambaran akan komitmen bank syariah dalam menjamin kenyamanan dan keamanan transaksi baik itu pihak importir maupun eksportir .

L/C Akad Kafalah Bil Ujrah adalah transaksi perdagangan ekspor impor yang menggunakan jasa LKS berdasarkan akad Kafalah, dan atas jasa tersebut LKS memperoleh fee (ujrah).
Transaksi L/C ekspor impor boleh menggunakan akad Kafalah bil Ujrah.
Ketentuan Akad
1. Seluruh rukun dan syarat akad Kafalah Bil Ujrah dalam fatwa ini merujuk pada fatwa No.11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah.
2. Penerapan akad Kafalah dalam transaksi L/C ekspor maupun impor merujuk kepada fatwa No.34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah dan fatwa No.35/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah.
3. Fee atas transaksi akad Kafalah harus disepakati dan dituangkan di dalam akad
Ketentuan Penutup
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah atau Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

PENUTUP
Kafalah adalah akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk mengganti atau menanggung kewajiban hutang orang lain apabila orang tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannnya. Sedangkan Kafalah Bil Ujrah adalah transaksi perdagangan ekspor impor yang menggunakan jasa LKS berdasarkan akad Kafalah, dan atas jasa tersebut LKS memperoleh fee (ujrah).
Pada dasarnya, dalam kafalah tidak ada unsur imbalan (fee), karena semata-mata dilakukan dengan niat beribadah, tabarru’. Namun, di masa sekarang kafalah telah menjadi salah satu produk perbankan. Dan tentunya dalam kafalah itu ada unsur imbalan, sebagai salah satu bentuk terima kasih nasabah kepada bank, dan juga untuk mengganti biaya operasional bank

DAFTAR PUSTAKA
• http://www.mui.or.id/
• Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu