Rabu, 31 Maret 2010

Analisis laporan keuangan (pendahuluan)

A. Pendahuluan
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari serangkaian siklus akuntansi. Menurut Accounting Terminology Buletin No 1, akuntansi didefinisikan sebagai seni mencatat, mengklasifikasikan, dan mengikhtisarkan transaksi dan kejadian yang paling tidak sebagian, bersifat keuangan dan dengan cara yang bermakna dan dalam satuan uang, serta menginterpretasikan hasil-hasilnya (Hendriksen dan Van Breda, 2000). Sementara definisi akuntansi menurut Jusup (1994) akuntansi pada dasarnya merupakan serangkaian kegiatan mencatat, menggolongkan, meringkas, melaporkan dan menganalisis data keuangan suatu organisasi.

Transaksi merupakan kejadian yang mempunyai nilai ekonomis bagi perusahaan. Kejadian ini dicatat dalam jurnal dan secara periodik dicatat dalam buku besar. Pada akhir periode, saldo-saldo dari semua rekening-rekening di buku besar dihitung dan dicantumkan dalam neraca lajur. Neraca lajur merupakan alat bantu untuk menyusun laporan keuangan.

B. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi :
• Laporan neraca
• Laporan laba/rugi
• Laporan Perubahan Ekuitas
• Laporan perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan berupa Laporan arus kas atau Laporan arus dana


C. Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan suatu perusahaan secara lengkap, baik pada pemilik, manajemen, maupun pihak luar yang berkepentingan terhadap laporan tersebut. Berikut ini beberapa tujuan pembuatan atau penyusunan laporan keuangan yaitu :
1. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan pada saat ini.
2. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini.
3. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh pada suatu periode tertentu.
4. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu.
5. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaan.
6. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu periode.
7. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan
8. Informasi keuangan lainnya.

Agar laporan keuangan dapat memenuhi tujuannya maka laporan keuangan tersebut harus memenuhi karakteristik kualitatif. Adapun karakteristik kualitatif laporan keuangan menurut Standar Laporan Keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 2002) adalah sebagai berikut:

1. Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informsi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya ats dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit dapat dipahami oleh pemakai tertentu.

2. Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu
Peran informasi dalam peramalan (predictive) dan penegasan (confirmatory) berkaitan satu sama lain. Misalnya, informasi struktur dan besarnya aktiva yang dimiliki bermanfaat bagi pemakai ketika mereka berusaha meramalkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan peluang dan bereaksi terhadap situasi yang merugikan. Informasi yang sama juga berperan dalam memberikanpenegasan (confirmatory role) terhadap prediksi yang lalu, misalnya, tetntang bagaimana struktur keuangan perusahaan diharapkan tersusun atau tentang hasil dari operasi yang direncanakan.
Informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja masa depan dan hal-hal lain yang lasung menarik perhatian pemakai, seperti pembayaran dividen dan upah, pergerakan harga sekurits dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Untuk memiliki nilai prediktif, informasi tidak perlu harus dalam bentuk ramalan eksplisit. Namun demikian, kemampuan laporan keuangan untuk membuat prediksi dapat ditingkatkan dengan menampilkan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu. Misalnya nilai prediktif laporan laba rugi dapat ditingkatkan kalau pos-pos penghasilan atau beban yang tidak biasa, abnormal dan jarang terjadi diungkapkan secara terpisah.

3. Materialitas
Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitasnya. Dalam beberapa kasus, hakikat informasi saja sudah cukup untuk menentukan relevansinya. Misalnya, pelaporan suatu segmen baru dapat mempengaruhi penilaian risiko dan peluang yang dihadapi perusahaan tanpa mempertimbangkan materialitasnya dari hasil yang dicapai segmen baru tersebut dalam periode pelaporan. Dalam kasus lain, baik hakekat maupun materialitas dipandang penting, misalnya jumlah serta kategori persediaan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Informasi dipandang material kalau kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan (omission) atau kesalahan dalam mencatat (misstatement). Karenanya materialitas lebih merupakan suatu ambang batas atau titik pemisah dari pada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna.

4. Keandalan
Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
Informasi mungkin relevan tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya, jika keabsahan dan jumlah tuntutan atas kerugian dalam suatu tindakan hukummasih dipersengketakan, mungkin tidak tepat bagi perusahaan untuk mengakui jumlah seluruh tuntutan tersebut dalam neraca, meskipun tepat untuk mengungkapkan jumlah serta keadaan dari tuntutan tersebut.

5. Penyajian Jujur
Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan. Jadi, misalnya, neraca harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya dalam bentuk aktiva, kewajiban dan ekuitas perusahaan pada tanggal pelaporan yang memenuhi kriteria pengakuan.
Informasi keuangan pada umumnya tidak luput dari risiko penyajian yang dianggap kurang jujur dari apa yang seharusnya digambarkan. Hal tersebut bukan disebabkan karena kesengajaan untuk menyesatkan, tetapi lebih merupakan kesulitan yang melekat dalam mengidentifikasi transaksi serta peristiwa lainnya yang dilaporkan, atau dalam menyusun atau menerapkan ukuran dan teknik penyajian yang sesuai dengan makna transaksi danperistiwa tersebut. Dalam kasusu tertentu, pengukuran dampak keuangan dari suatu pos sangat tidak pasti sehingga perusahaan pada umumnya tidak mengakuinya dalam laporan keuangan. Misalnya, meskipun dalam kegiatan usahanya perusahaan dapat menghasilkan goodwill, tetapi lazimnya sulit untuk mengidentifikasi atau mengukur goodwill secara andal. Namun, dalam kasus lain, pengakuan suatu pos tertentu tetap dianggap relevan dengan mengungkapkan risiko kesalahan sehubungan dengan pengakuan dan pengukurannya.

6. Substansi Mengungguli Bentuk
Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. Substansi transaksi atau peristiwa lain tidak selalu konsisten dengan apa yang tampak dari bentuk hukum. Misalnya, suatu perusahaan mungkin menjual suatu aktiva kepada pihak lain dengan cara sedemikian rupa sehingga dokumentsi dimasksudkan untuk memindahkan kepemilikan menurut hukum ke pihak tersebut; namun demikian, mungkin terdapat persetujuan yang memastikan bajwa perusahaan dapat terus menikmati manfaat ekonomi masa depan yang diwujudkan dalam bentuk aktiva. Dalam keadaan seperti itu, pelaporan penjualan tidak menyajikan dengan jujur transaksi yang dicatat (jika sesungguhnya memang ada transaksi).

7. Netralitas
Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan yang berlawanan.

8. Pertimbangan Sehat
Penyusun laporan keuangan adakalanya menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan, perkiraan masa manfaat pabrik serta peralatan, dan tuntutan atas jaminan garansi yang mungkin timbul. Ketidakpastian semacan itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dan dengan menggunakan pertimbangan sehat (prudence) dalam menyusun laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan perkiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aktiva atau penghasilan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban atau beban tidak tinyatakan terlalu rendah. Namun demikian, menggunakan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi atau penyisihan (provision) berlebihan, dan sengaja menetapkan aktiva atau penghasilan yang lebih rendah atau pencatatan kewajiban atau beban yang lebih tinggi, sehingga laporan keuangan menjadi tak netral, dan karena itu, tidak memiliki kualitas andal.

9. Kelengkapan
Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan (omission) mengakibatkan informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan tidak sempurna ditinjau dari segi relevansi.

10. Dapat Dibandingkan
Pemakai harus dapat memperbandingkan laproan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kenerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut, antar periode perusahaan yang sama dan untukperusahaan yang berbeda.
Implikasi penting dari karakteristik kualitatif dapat diperbandikan adalah bahwa pemakai harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporankeuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut. Para pemakai harus dimungkinkan untuk dapat mengidentifikasi perbedaan kebijakan akuntansi yang diberlakukan untuk transaksi serta peristiwa lain yang sama dalam sebuah perusahaan dari satu periode ke periode dan dalamperusahaan yang berbeda. Ketaatan pada standar akuntansi keuangan, termasuk pengungkapan kebujakan akuntansi yang digunakan oleh perusahaan, membantu pencapaian daya banding.
Kebutuhan terhadap daya banding jangan dikacaukan dengan keseragaman semata-mata dan tidak seharusnya menjadi hambatan dalam memperkenalkan standar akuntansi keuangan yang lebih baik. Perusahaan tidak perlu meneruskan kebijakan akuntansi yang tidak lagi selaras dengan karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan. Perusahaan juga tidak perlu mempertahankan suatu kebujakan akuntansi kalau ada alternatif lain yang lebih relevan dan lebih andal.
Berhubung pemakai ingin membandingkan posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan antar periode, maka perusahaan perlu menyajikan informasi periode sebelumnya dalam laporan keuangan.




D. Keterbatasan Laporan Keuangan
Keterbatasan laporan keuangan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Laporan keuangan pada dasarnya merupakan laporan antara (interim report), bukan merupakan laporan final, karena laba-rugi riil (laba-rugi final) hanya dapat ditentukan bila perusahaan dijual atau dilikuidasi.
2. Laporan keuangan ditunjukkan dalam jumlah rupiah yang tampaknya pasti, padahal sebenarnya jumlah rupiah ini dapat saja berbeda bila dipergunakan standart lain.
3. Neraca dan laporan laba-rugi mencerminkan transaksi-transaksi keuangan dari waktu ke waktu, padahal selama jangka waktu itu mungkin nilai rupiah sudah menurun (daya beli rupiah menurun karena kenaikan tingkat harga-harga).
4. Laporan keuangan tidak memberikan gambaran yang lengkap mengenai keadaan perusahaan. Laporan keuangan tidak mencerminkan semua factor yang mempengaruhi kondisi keuangan dan hasil usaha karena tidak semua factor dapat diukur dalam satuan uang.
Terlepas dari keterbatasan yang dimiliki, laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan harus menganut asas kejujuran. Selama ini tidak ada detektor yang dapat digunakan untuk menguji kejujuran manajer keuangan (baca: yang membuat laporan keuangan). Seringkali pembuatan laporan keuangan dipengaruhi oleh pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Tidak jarang pula sering terjadi bahwa laporan keuangan tersebut adalah hasil rekayasa manajer.
Sementara di pihak lain, masyarakat sering mempertanyakan independensi auditor yang mengaudit laporan keuangan suatu perusahaan, apakah auditor tersebut benar-benar independen ataukah auditor tersebut tidak (kurang) independen. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi auditor untuk meyakinkan masyarakat bahwa laporan keuangan auditan adalah laporan keuangan yang benar-benar dapat dipercaya, bukan merupakan hasil rekayasa pihak manajer.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana cara menginterpretasikan laporan keuangan? Bagaimana laporan keuangan dapat memberikan informasi seperti kebutuhan pemakai?


E. Pemeriksaan Laporan Keuangan
Dalam praktiknya pemeriksaan laporan keuangan yang telah disusun perlu dilakukan ( audit) lebih lanjut. Tujuanya adalah agar laporan keuangan tersebut benara-benar dapat dipertanggung jawabkan kepada berbagai pihak, baik kepada pemilik maupun pihak luar perusahan. Artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas perusahan dilaporkan secara benar sehingga berbagi pihak yang membutuhkan informasi tentang keuangan perusahan dapat membaca dan menganalisis dari laporan keuangan yang telah diperiksa kebenarannya. Disamping itu, pihak pihak yang mengaudit laporan keuangan perusahan juga harus merupakan lembaga resmi yang telah ditetapkan, terutama untuk kepentingan pihak-pihak di luar perusahan.

Dalam prktiknya pemeriksaan laporan keuangan dapat dilakukan oleh dua pihak,yaitu:
1. Pihak dalam (intern) perusahan
2. Pihak luar (ekstern) perusahan

Pemeriksaan laporan keuangan yang pertama oleh intern perusahan. Artinya oleh perussahan yang memeng sudah disiapkan pihak perusahan. Dalam hal ini mereka dapat memeperoleh data secara bebas sesuai dengan data aslinya. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam perbuatan laporan keuangan pasti terdapat kekurangan, baik yang disengaja maupun yang tidak. Oleh karena itu, pemeriksaan oleh intern perusahan sangat penting dilakukan sebelum dilakukan oleh pihak luar perusahaan.

Pemeriksaan oleh pihak luar perusahan dilakukan oleh akuntan publik yang sudah memperoleh izin. Akuntan akan memberikan penilaian setelah meneliti dengan standar dan prosedur pemeriksaan yang lazim. Pendapat wajar atau tidak wajar akan diberikan apabila laporan keuangan disususn telah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim dan telah diterapkan secara konsisten dari tahun ke tahun. Dengan demikian, laporan ini dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengambil keputusan

F. Pihak - pihak Yang memerlukan laporan keuangan
1. Pihak Internal
Pihak internal adalah pihak yang berada dalam struktur organisasi. Manajemen adalah pihak yang paling membutuhkan laporan akuntansi yang tepat dan akurat untuk mengambil keputusan yang baik dan benar. Contohnya seperti manajer yang melihat posisi keuangan perusahaan untuk memutuskan apakah akan membeli gedung untuk kanntor cabang baru atau tidak.
2. Pihak Eksteral / External
a.Investor
Investor membutuhkan informasi keuangan perusahaan untuk menentukan apakah akan menanamkan modalnya atau tidak. Jika dalam prediksi investor akan memberikan keuntungan yang baik, maka investor akan menyetorkan modal ke perusahaan, dan begitu juga sebaliknya.
b. Pemegang saham pemilik perusahaan.
Para pemilik perusahaan yang mempunyai bagian saham perusahaan membutuhkan informasi keuangan perusahaan untuk dapat mengetahui sejauh mana kemajuan atau kemunduran yang dialami perusahaan. Pemegang saham akan mendapatkan keuntungan dari dividen yang akan semakin besar jika perusahaan untung besar.
c.Pemerintah
Besarnya pajak yang harus dibayarkan perusahaan atau organisasi kepada pemerintah sebagaian besar berdasarkan atas informasi pada laporan keuangan perusahaan.
d.Kreditur
Jika perusahaan sedang terdesak dan membutuhkan dana segar perusahaan mungkin akan meminjam uang pada kreditor seperti meminjam uang di bank, berhutang barang pada supplyer / pemasok. Kreditur akan memberikan dana jika perusahaan memiliki kondisi keuangan yang baik dan tidak akan memiliki potensi yang besar untuk merugi.
e.Pihak Lainnya
Sebenarnya masih banyak pihak lain dari luar perusahaan perusahaan yang mungkin saja akan menggunakan laporan / informasi akuntansi suatu organisasi seperti para karyawan, serikat pekerja, auditor akuntan publik, polisi, pelajar / mahasiswa, wartawan, dan banyak lagi.


DAFTAR PUSTAKA

• KASMIR, S.E., M.M. Analisis Laporan Keuangan. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta : 2009.
• Jumingan. 2006. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT Bumi Aksara
• Laporan Keuangan.pdf. www.vibiznews.com
• http://widanarto.files.wordpress.com/

Sabtu, 16 Januari 2010

kajian TENTANG FEE (UANG JASA) DALAM AKAD KAFALAH

PENDAHULUAN
Islam sangat memperhatikan bidang perekonomian karena harta dengan berbagai kelebihannya merupakan tiang penyangga kehidupan di bumi dan perangkat penguasaan atasnya untuk selalu mendorong manusia dalam menjalankan ibadah. Syari’ah Islam mengandung konsep-konsep universal yang mengatur segala bentuk kegiatan ekonomi sebagaimana kegiatan-kegiatan manusia lainnya. Oleh karena itu system ekonomi Islam merupakan akumulasi dari konsep-konsep universal dan realisasi yang penuh keberanian.
System ekonomi Islam merupakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam kerangka dasar ajaran Islam dan moralitas yang baik. Keduanya saling bersimbiosis mutualis yang kemudian melahirkan keseimbangan antara individu dan masyarakat. Hasilnya adalah pemenuhan kebutuhan materiil dan spiritual manusia dengan memanfaatkannya dengan baik.
Sistem ekonomi Islam sekarang sudah banyak terealisasikan dalam lembaga-lembaga perbankan yang di Indonesia biasa dikenal dengan sebutan perbankan syariah. Dalam perbankan syariah, terdapat produk-produk yang sudah banyak ditawarkan dan direalisasikan seperti pembiayaan mudharabah, musyarakah, bai’ salam, murabahah, ishtishna, kafalah, hawalah, dan sebagainya.
Dalam makalah ini, kami akan mencoba membahas sedikit tentang akad kafalah. Tentang pengertian, syarat, rukun, aplikasi dalam LKS, dan kajian tentang fee (uang jasa) dalam akad kafalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



PEMBAHASAN
Kafalah secara bahasa memiliki arti al-dhaman, hamalah, dan za’amah yang ketiganya berarti jaminan, beban, dan tanggungan. Sayyid Sabiq, seorang ulama Mesir dalam kitabnya Fiqh Sunnah memaknai kafalah sebagai menggabungkan. Dan Syaikh Wahbah Zuhailiy dalam kitabnya Fiqh Islam Wa Adilatuhu memaparkan berdasarkan pandangan-pandangan imam madzhab seperti Imam Syafii, Maliki, Hanafi, dan Hambali.Dan juga beliau memberikan landasan kuat tentang dari mana dalil disyariatkan kafalah itu sendiri.
Wahbah Zuhaili membagi landasan kafalah menjadi tiga . berdasarkan Al Qur’an, Sunnah, dan Ijma para ulama. berdasarkan Al Qur’an Allah Ta’ala berfirman:
Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya." (Surah Yusuf : 72 )
Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud dengan za’im dalam ayat ini adalah kafiil penjamin . Sedangkan landasan dari Sunnah adalah Rasulullah ShalallahuAlaihi Wassalam pernah bersabda:
“Pinjaman hendaklah dikembalikan dan yang menjamin hendaklah membayar “(Riwayat Abu Daud ).
Dalam riwayat lain diceritakan bahwasanya Nabi Shalallahu alaihi Wassalam pernah menjamin sepuluh dinar dari seorang laki-laki yang oleh penagih ditetapkan untuk menagih sampai sebulan, maka hutang sejumlah itu dibayarkan kepada penagih. Dan juga dalam riwayat lain bahwasanya Nabi Shalallahu alaihi wa salam menolak mensholati mayat yang mayatnya itu masih mempunyai hutang, kemudian salah seorang sahabat meminta Nabi SAW mensholati mayat tersebut dengan hutang mayat tadi menjadi tanggungannnya maka kemudian Nabi SAW pun menyolatinya.
Kafalah juga dilandaskan pada kesepakatan para ulama untuk membolehkannya sebagai Al-Dhaman atau tanggungan dalam sebuah jumlah untuk suatu keinginan manusia padanya dan untuk mencegah bahaya yang lebih besar bagi pihak yang berhutang. Dan apabila kafalah ini diberikan untuk menanggung seseorang yang mempunyai hajat yang penting maka ia akan jadi sebuah ketaatan dan baginya disediakan pahala yang besar (Zuhaili : 1989).
Dasar Hukum:
1. Al-Qur’an:
Artinya:
“Penyeru penyeru itu berseru: Kami kehilangan piala raja, barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan seberat beban unta dan aku menjamin terhadapnya” (QS. Yusuf: 72)
2. Hadits:
Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW (mayat seorang lelaki untuk dishalatkan),. Rasulullah SAW bertanya: “apakah dia mempunyai warisan?”, para sahabat menjawab: “tidak”. Rasulullah bertanya lagi: “apakah dia mempunyai hutang?”, para sahabat menjawab: “ya, sejumlah tiga dinar”. Rasulullah pun memerintahkan kepada para sahabat untuk menshalatkannya sementara beliau sendiri tidak. Lalu Abu Qatadah pun berkata: “saya menjamin hutangnya ya Rasulullah”, maka Rasulullah pun ikut menshalatkan mayat tersebut”. (HR. Bukhari. No. 2127, kitab hiwalah)

Rukun dan Syarat Kafalah:
1. Pihak Penjamin (Kafiil)
a. Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
b. Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
2. Pihak Orang yang berhutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)
a. Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin.
b. Dikenal oleh penjamin.
3. Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)
a. Diketahui identitasnya.
b. Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
c. Berakal sehat.
4. Obyek Penjaminan (Makful Bihi)
a. Merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan.
b. Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
c. Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
d. Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
e. Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Jenis Kafalah:
1. Kafalah bin Nafs
Merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personel guarantee)
2. Kafalah bil Maal
Merupakan jaminan pembayaran atas barang atau pelunasan hutang
3. Kafalah bit Taslim
Jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang yang disewa
4. Kafalah Al-Munjazah
Jaminan mutlak yang tidak terbatas oleh jangka dan untuk kepentingan atau tujuan tertentu
5. Kafalah Al-Mu’allaqah
Bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al munjazah, baik oleh industri perbankan maupun asuransi

Sifat Kafalah:
Kafalah merupakan akad yang mengikat (lazim) terhadap salah satu pihak, yaitu kafiil (pihak penjamin). Tetapi bila kafalah dilakukan dengan imbalan (kafalah bil ujrah kafalah dengan memberikan fee), maka bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Praktik Akad Kafalah dalam Perbankan Islam:
Ketika akad kafalah dipraktikan oleh bank syariah maka dengan memberikan tanggungan kepada pihak yang sangat memerlukannya dalam urusan bisnis dan usaha agar bisnis dan usaha yang ditargetkan selesai dalam jangka waktu tertentu bisa selesai tepat waktu dan efisien. Dalam buku Konsep, Produk, Dan Implementasi Operasional Bank Syariah yang disusun oleh Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia menyimpulkn beberapa manfaat ketika kafalah dipraktikan dalam bank syariah yang menjamin usaha bisnis atau proyek yang tengah berlangsung dikerjakan oleh nasabah bisa lancar dan selesai tepat waktu.
Dengan adanya kafalah pihak yang dijamin atau disebut juga dengan madhmun anhu dapat menyelesaikan proyek atau usaha bisnisnya dengan ditanggung pengerjaannya dan bisa selesai dengan tepat waktu atau efisien dengan jaminan pihak ketiga yang menjamin pengerjaannya. Sedangkan dengan adanya kafalah pihak yang terjamin atau dalam istilah fiqh mua’amalah disebut sebagai Madhmun lahu menerima jaminan oleh penjamin (dalam hal ini bank) bahwa proyek yang diselesaikan oleh nasabah tadi dapat selesai dengan tepat waktunya dan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Karena kafalah merupakan pengambil alihan resiko oleh bank apabila nasabah tadi di luar kesengajaan dan kelalaian. Dan keuntungan pun akan diterima oleh pihak bank sebagai pemberi jaminan dengan bentuk fee.
Adapun praktik bank dalam membumikan prinsip kafalah yang sesuai dengan syariah islam bisa dilangsungkan dalam praktik bank garansi dan Letter Of Credit. Praktik bank garansi bisa diberlangsungkan dengan cara bank sebagai kafiil menerbitkan surat tanggungan kepada pemilik proyek atau usaha dengan permintaan dari nasabah. Sehubungan dengan kontrak atau transaksi yang telah disepakati sebelumnya antara bank, nasabah dan pemilik proyek. Namun apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti resiko di luar kesengajaan ataupun kelalaian berdasarkan surat jaminan yang dikeluarkan oleh bank penjamin proyek maka pihak ketiga / pemilik proyek dapat mengajukan klaim kepada penerbit bank garansi tadi.
Dalam buku Konsep, Produk, Dan Implementasi Operasional Bank Syariah surat garansi yang dikeluarkan oleh bank garansi dapat di bagi menjadi enam bentuk surat penjaminan garansi yang dikeluarkan oleh bank penjamin kepada yang dijamin agar proyek usaha atau bisnisnya bisa selesai berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati dengan pemilik proyek:

• Bid Bond
Secara umum bid bond pengertiannya sama dengan penjabaran arti dan makna dari bank garansi di atas. Yakin bank sebagai pihak penjamin mengeluarkan jaminan atas permintaan nasabah untuk kepentingan pemilik proyek agar pengerjaan proyek tadi dapat selesai dengan seksama dan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan di awal.
• Performance Bond
Hampir sama dengan bid bond Jaminan yang diberikan oleh bank penjamin atas permintaan nasabah untuk kepentingan pihak pemilik proyek. hanya saja dalam Permormance Bond justru sengaja ditekankan kepada pihak yang mengelola proyek terikat dengan kontrak dan hal ini juga menyebabkan pihak yang mengelola proyek tadi bisa dengan aman dan nyaman serta sungguh-sungguh dalam pengerjaan proyek yang tentunya pihak pengelola sangat ditekankan tanggung jawabnya kepada kepada pemilik proyek
• Advance Payment Bond
Hampir sama dengan dua penjelasan di atas hanya saja yang menjadi perbedaannya antara bank penjamin, pihak yang dijamin, dan pihak yang terjamin adalah pembayaran di awal muka atau pembayaran terjamin oleh pemilik proyek kepada kontraktor.
• Rentention Bond
Jaminan yang diterbitkan oleh bank atas permintaan nasabah sebagai madhmun lahu untuk kepentingan pemilik proyek yang menjadi mitra kerja nasabah. Ia berkaitan dengan pemeliharaan hasil pekerjaan /proyek sampai batas waktu yang telah diperjanjikan kontrak kerja.

• Custom Bond
Berkaitan erat dengan penangguhan bea masuk atas barang-barang impor yang dimintakan penangguhan pembayarannya apabila memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan penangguhan pembayarannnya.

Garansi yang berupa surat penjaminan oleh bank atas permintaan nasabah bank sebagai yang dijamin atas persetujuan pihak ketiga (dalam hal ini adalah pemilik proyek) akan berakhir bila masa berlaku yang telah disepakati sebelumnya oleh tiga pihak tersebut telah berakhir atau expired. Jika tidak masa berlaku garansi jaminan yang diberikan bank akan berakhir ketika masa pengerjaan atau pengelolaan proyek yang telah direncanakan antara pengelola proyek dengan pemilik proyek telah selesai dalam waktunya atau finished dan menurut buku Konsep ,Produk dan Implementasi Operasional bank Syariah ada dua hal lagi selain dua tadi yang menjadi alasan telah habisnya masa berlaku garansi yang diterbitkan oleh bank yaitu Pihak ketiga telah mengembalikan bank garansi, dan pihak ketiga melepaskan bank garansi.
Bank Garansi dapat diperpanjang jika menurut pertimbangan pemilik proyek untuk menjamin keselamatan dan terpeliharanya keberlangsungan pengerjaan proyek. Atau Nasabah pun dapat memperpanjang bank garansi jika merasa perlu untuk memastikan bahwa pengerjaan proyek tersebut dapat mencapai kesepakatan yang telah dicanangkan sebelumnya.

KAJIAN TENTANG FEE (UANG JASA) DALAM AKAD KAFALAH
Lebih mudahnya memahami ilustrasi yang diberikan tentang kafalah bil ujrah adalah begini: Terkadang dalam hubungan Internasional yang tidak akan mungkin dihindari adalah hubungan bilateral ataupun multibilateral dalam hal perniagaan dan transaksi perdagangan internasional yang antara kedua negara atau lebih sama-sama memiliki kompetensi dalam hal memproduksi barang tertentu dan sama-sama saling membuthkan barang yang diperlukan untuk kepentingan dalam negeri anatar kedua negara atau lebih. Oleh kerana itu kita mengenal istilah ekspor-impor dalam hal hubungan internasional bilateral ataupun multibilateral. Secara umum selalu ada kekhawatiran dari pihak importir ketika melakukan transaksi pemasokan barang dari luar negeri dengan mengirimkan uangnya terlebih dahulu sebelum negara pengekspor mengirimkan barangnya ke negara yang memasok barang atau importir demikian pula negara pengekspor tatkala melakukan pengiriman barang ke negara pemasok barang juga mengalami kekhawatiran ketika barang yang dikirim bahwa importir tidak akan membayar barang-barang telah dikirim kepada mereka oleh eksportir
Untuk itulah adanya Kafalah Bil Ujrah atau yang juga dikenal dengan nama The Letter Of Credit ada untuk menjamin keberlangsungan dan kenyamanan berniaga atau transaksi antara kedua pihak baik itu eksportir maupun importir . Kafalah Bil Ujrah ataupun Letter of Credit merupakan dokumen bank yang pada dasarbnya merupakan bentuk dari janji atau komitmen bank kepada pihak ekportir melalui bank melalui pembayaran .,pembelian atau akseptasi dokumen-dokumen yang mereka kirim dengan sayarat seluruh kalusul yang telah disyaratakan di awal telah disepakati dan dilaksanakan. .
Walaupun umumnya Letter Of Credit dilaksanakan dengan menggunakan akad hawalah (pengalihan hutang ) dan akad wakalah ( mewakilkan ) akan tetapi Dewan Syariah Nasional dalam salah satu fatwanya yang dikeluarkan pada tahun 2007 tentang kafalah bil ujrah di Jakarta menetapkan bahwa Letter of credit boleh hukumnya menggunakan akad kafalah (penjaminan) dengan memberikan ujrah ( fee ) kepada lembaga keuangan syariah yang melaksanakan akada kafalah bil ujrah tersebut. Dan apabila terjadi hal-hal yang diperselisihkan di antara pihak ekportir dan importir maka dapat diselesaikan di badan arbitrase departemen agama .

Manfaat Letter Of Credit menggunakan akad kafalah bil ujrah
Dengan adanya letter of credit menggunakan akad kafalah bil ujrah , ada rasa aman bagi pihak-pihak yang melakukan transkasti ekspor impor dalam hubungan internasional .ia juga dapat memperlancar dan mempermudah transaksi penagihan dokumen maupun pembayaran kerana semua transaksi pembayaran, pembelian, atau akseptasi dokumen dapat melalui bank. Selain itu baik antara ekportir maupun importer dapat focus pada bisnis mereka dan proses pengadaan barang-barang impor mereka.
Memulai Akad Kafalah Bil Ujrah dalam Letter of Credit:
Ketika importer hendak memastikan bahwa ia dapat menggunakan akad kafalah bil ujrah tentunya ia harus memulai menandatangi suatu perjanjian yang berisis hak-hak dan kewajiban importer dalam keterkaitannya dengan fasilitas pembukaan jaminan letter of credit oleh bank yang menjamin terlaksananya pembelian, pembayaran tagihan, akseptasi dokumen-dokumen transaksi mereka lewat komitmen yang diberikan oleh bank. Apabila dokumen yang disyaratkan telah diterima dan dilengkapi dengan selambat-lambatnya tujuh hari setelah 7 hari kerja maka Bank yang tadinya telah berkomitmen dengan pembayaran atas tagihan importer harus melakukan pembayaran. Selain bisa di mulai akad letter of credit dengan kafalah, ia juga bisa dimulai dengan akad hawalah (pengalihan pembayaran / penagihan) dan juga akad wakalah (mewakilkan bank membayar tagihan importir) namun yang ingin ditekankan dengan adanya kafalah bil ujrah ini bukan pihak bank sebagai wakil atau representasi importik melainkan gambaran akan komitmen bank syariah dalam menjamin kenyamanan dan keamanan transaksi baik itu pihak importir maupun eksportir .

L/C Akad Kafalah Bil Ujrah adalah transaksi perdagangan ekspor impor yang menggunakan jasa LKS berdasarkan akad Kafalah, dan atas jasa tersebut LKS memperoleh fee (ujrah).
Transaksi L/C ekspor impor boleh menggunakan akad Kafalah bil Ujrah.
Ketentuan Akad
1. Seluruh rukun dan syarat akad Kafalah Bil Ujrah dalam fatwa ini merujuk pada fatwa No.11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah.
2. Penerapan akad Kafalah dalam transaksi L/C ekspor maupun impor merujuk kepada fatwa No.34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah dan fatwa No.35/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah.
3. Fee atas transaksi akad Kafalah harus disepakati dan dituangkan di dalam akad
Ketentuan Penutup
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah atau Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

PENUTUP
Kafalah adalah akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk mengganti atau menanggung kewajiban hutang orang lain apabila orang tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannnya. Sedangkan Kafalah Bil Ujrah adalah transaksi perdagangan ekspor impor yang menggunakan jasa LKS berdasarkan akad Kafalah, dan atas jasa tersebut LKS memperoleh fee (ujrah).
Pada dasarnya, dalam kafalah tidak ada unsur imbalan (fee), karena semata-mata dilakukan dengan niat beribadah, tabarru’. Namun, di masa sekarang kafalah telah menjadi salah satu produk perbankan. Dan tentunya dalam kafalah itu ada unsur imbalan, sebagai salah satu bentuk terima kasih nasabah kepada bank, dan juga untuk mengganti biaya operasional bank

DAFTAR PUSTAKA
• http://www.mui.or.id/
• Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu